Bagaikan kisah pewayangan Petruk versus Bathara Guru, Siapa yang Bohong

Minggu 18-05-2025,07:06 WIB
Reporter : Hans SW
Editor : Admin

jakarta, AktualNews -Kisah pewayangan Petruk jadi Ratu pernah saya tuliskan panjang kali lebar sebelumnya, bagaimana seseorang yang sebelumnya (tampak) terlihat polos, nDeso, bahkan cenderung norak dan kampungan, namun ketika mendadak (di) jadi (kan) Ratu alias Penguasa oleh Oligarkhi, muncul sifat aslinya yang dzolim alias jahat, korup sampai level internasional (OCCRP), gemar berbohong (contohnya 6000 pesanan Esemka) dan hanya mementingkan dinasti atau keluarganya sendiri sampai tega menobatkan Fufufafa.

Petruk yang ketika jadi Ratu bernama Wel-geduwel-beh alias Prabu Kantong bolong diatas (karena konon ada data di kantongnya sebesar sebelas ribu trilyun, tapi kenyataannya zonk) memang terkenal selalu membual. Maklum dalam cerita pewayangan aslinya yang sudah diadaptasi ke berbagai negara, Petruk ini diciptakan laksana boneka Italia bernama Pinokio milik Tukang kayu Paman Geppeto yang sering berbohong dan membuat hidungnya tambah panjang.

BACA JUGA:Indonesia di Pusaran Konflik Global ?

Hal yang unik, pernah terjadi delapan tahun silam (2017) di Kampus nDeso alias Kampus Perjuangan Universitas Gadjah Mada, si Ratu Petruk -karena merasa memiliki relasi kuasa- berani memanggil Bathara Guru yang disebutnya saat itu sebagai DPS alias Dosen Pembimbing Skripsi dsn jelas bukan DPA (Dosen Pembimbing Akademik), apalagi AsDos (Asisten Dosen) yang tidak memiliki kewenangan apa-apa. Adegan ini sempat saya pentaskan singkat dalam tayangan terbaru di Sentana PodCast yang tayang besok pagi (19/05/25).

Kalimat detail dan lengkapnya saat itu sebenarnya sbb: "Beliau itu, beliau itu dulu waktu membimbing saya, seingat saya galak sekali. Galak sekali. Saya masih ingat, galak sekali. Tapi sekarang saya melihat beliau sangat bijak sekali. Sudah berubah. Saya enggak tahu yang berubah saya atau yang berubah Pak Kasmudjo. Tapi sekali lagi Pak Kasmudjo, saya mengaturkan banyak terima kasih. Karena pembimbingan Bapak di jurusan Teknologi Kayu, saya bisa menyelesaikan skripsi saya, meskipun saya lupa juga bolak-baliknya berapa kali. Karena begitu maju, dibentak balik. Begitu maju dibentak kok galak sekali. Tapi sekarang Alhamdulillah, saya kira, atas pembimbingan Pak Kasmudjo."

Jadi kalau membaca transkrip detail dan lengkap dialog antara Ratu Petruk dan Bathara Guru diatas, jelas sekali dan tidak terbantahkan bahwa Pak Kasmudjo yang dimaksud adalah DPS, bukan DPA sebagaimana yang mau dinarasikan dalam postingan terbarunya untuk menutupi (lagi-lagi) kebohongannya. Ironisnya selanjutnya dalam berbagai wawancara di media mainstream, Bathara Guru ini kemudian menyatakan bahwa beliau samasekali bukan DPS (dan DPA), apalagi karena tahun 1980-85 masih selaku AsDos yang masih harus membantu mendampingi Dosen pengampu dan belum bisa mengampu matakuliah sendiri.

Lucunya berbagai TerMul (=Ternak Mulyono, ini istilah Netizen +62) mencoba membuat narasi bantahan yang menceboki kebohongan fatal junjungannya tersebut. Mereka malahan ada yang tidak tahu arti DPS, DPA dan AsDos itu apa, sekaligus kewenangannya dalam menandatangani KRS (Kartu Rencana Studi) tiap semester. Maklum kebanyakan TerMul hanya lulusan SMA dan kalaupun Kuliah hanya di Kampus Ruko yang tidak jelas dan bahkan ada Kampusnya yang sudah dibubarkan alias ditutup pemerintah karena abal-abal.

Mereka yang kini tergabung dalam gerombolan yang menamakan dirinya "YT Nusantara" itu memang tampak Provokatif dan gemar menebar HoaX pasca diundang Sang Petruk ke Istananya 21/05/25 lalu. Masyarakat langsung bisa menilai begitu rendah, norak dan kampungan diksi yang digunakan dalam melakukan PodCastnya, seperti AgF, OP, CoTV, DJaJ, VH, B&J, DCNI, dsb. Alih-alih mau menyitir alias meniru Garuda Pancasila sebagai logo dentitasnya, mereka malahan melecehkan Lambang Negara Indonesia tersebut dengan ikon Burung Emprit yang bersayap 7 (tujuh) dan berekor 6 (enam) helai bulunya, Terwelu.

Kembali kepada kisah Petruk versus Bathara Guru yang sedang trending saat ini, masyarakat Indonesia tentu langsung dapat belajar hal yang sangat prinsipiil dari kasus Ijazah (dan Skripsi) Palsu akhir-akhir ini yaitu soal Kejujuran. Sosok Pak Kasmudjo telah memilih berkata Jujur bahkan setelah didatangi (dan ditawari ?), namun tidak bergeming. Bagaikan juga Telor dan Ayam, Skripsi dan Ijazah tidak akan bisa dipisahkan begitu saja. Telor yang busuk tidak akan jadi Ayam yang hidup sehat, artinya Skripsi abal-abal tidak mungkin terbit Ijazah Asli.

Artinya kalau mendadak (meski sudah bisa diprediksikan) hasil Uji LabFor tentang "Ijazah" yang konon sudah diserahkan untuk diuji forensiknya mendatang adalah hanya kata "Identik" atau "otentik" saja, tanpa menunjukkan detail pemeriksaan Carbon dating (metode ilmiah untuk menentukan usia bahan organik dengan mengukur jumlah isotop karbon-14 yang tersisa di dalamnya, khusus untuk materi kertas) dan setidaknya lima sampai enam tinta diatasnya (cetakan "Ijazah ...", Logo UGM, Tandatangan Rektor, Dekan, Cap Fakultas dan Isian Nama Pemilik Ijazah), maka layak dipertanyakan obyektivitas dan kejujurannya.

BACA JUGA:Memang beda, Ijazah JkW tidak boleh difoto, tapi Ijazah Mohammad Hatta malah dipajang di Universitas Belanda

Kesimpulannya, kasus Ijazah Palsu ini memang benar membuat sebuah hal yang sebenarnya sangat sederhana (jika memang jujur) dibuatnya sendiri menjadi heboh dan menimbulkan keonaran alias kegaduhan dimana-mana. Alhamdulillah masih ada kewarasan seperti Tokoh Bangsa sebagaimana Ibu Megawati baru-baru ini yang berstatemen: "Tunjukkan saja kalau memang ada .." yang semoga menginsipirasi tokoh-tokoh lainnya (sebagaimana Barack Obama ketika dipertanyakan Akte Kelahirannya). Namun bila tidak, maka wajar jika Teriakan #AdiliJokowi dan #MakzulkanFufufafa tetap bergema lantang dimana-mana.***

 

Dr. KRMT Roy Suryo, M.Kes - Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen 

Tags :
Kategori :

Terkait