Bogor, AktualNews - Hari Raya Idul Adha adalah momen agung bagi umat Islam di seluruh dunia. Di hari ini, umat Muslim memperingati keteladanan Nabi Ibrahim AS dalam menaati perintah Allah SWT untuk mengorbankan putranya, Ismail AS. Peristiwa ini menjadi simbol pengorbanan, keikhlasan, dan totalitas ketaatan seorang hamba kepada Rabb-nya.
Secara syariat, ibadah kurban dilakukan dengan menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi, atau unta pada tanggal 10 hingga 13 Dzulhijjah. Namun, makna berkurban tidak sekadar pada penyembelihan hewan, melainkan juga mencakup nilai-nilai spiritual dan sosial.
Dalam sebuah hadis riwayat Tirmidzi, Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada amalan yang dilakukan oleh anak Adam pada hari Nahr (Idul Adha) yang lebih dicintai Allah selain menyembelih hewan kurban. Sesungguhnya hewan kurban itu akan datang pada hari kiamat dengan tanduknya, kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah sebelum jatuh ke tanah. Maka bersihkanlah jiwa kalian dengan berkurban. (HR. Tirmidzi, no. 1493, dinilai hasan oleh al-Albani)
BACA JUGA:Bagaikan kisah pewayangan Petruk versus Bathara Guru, Siapa yang Bohong
Hadis ini menunjukkan bahwa kurban bukan sekadar ritual, tetapi sebuah amalan yang akan Allah balas dengan pahala besar. Bahkan setiap helai bulu dari hewan kurban pun memiliki nilai di sisi Allah.
Makna kurban dijelaskan pula dalam Al-Qur’an: "Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya..." (QS. Al-Hajj: 37)
Ayat ini menegaskan bahwa yang menjadi ukuran bukanlah besar atau kecilnya hewan kurban, melainkan niat dan ketakwaan orang yang berkurban. Hal ini memperjelas bahwa ibadah kurban adalah latihan spiritual untuk membersihkan hati dari sifat riya, kikir, dan mementingkan diri sendiri.
Rosis Aditya, seorang kreator dan penulis yang kerap mengangkat isu-isu kolaborasi sosial dan religius, memberikan pandangannya mengenai makna kurban, “Kurban adalah momen kolaboratif yang paling indah antara manusia dan Tuhannya, serta antar manusia sendiri. Di satu sisi, kita menunjukkan ketaatan total kepada Allah, di sisi lain kita menumbuhkan rasa empati dan kepedulian kepada sesama. Inilah esensi ibadah yang tidak hanya vertikal tapi juga horizontal.”
Menurut Rosis, semangat kurban tidak boleh berhenti pada seremoni tahunan. “Justru harus menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana kita bisa ‘mengorbankan’ ego, waktu, bahkan sebagian harta kita untuk membantu orang lain,” tambahnya.
Makna berkurban harus lebih luas dari sekadar menyembelih hewan. Ia adalah simbol dari ketulusan, ketundukan, dan kasih sayang. Melalui kurban, kita diajarkan untuk rela berbagi, menurunkan ego, dan meneladani pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam menghadapi ujian keimanan.
Semoga Idul Adha menjadi momentum spiritual untuk mendekatkan diri kepada Allah dan mempererat tali silaturahmi serta kepedulian sosial di tengah masyarakat.***