Mengapa Lambat Gerakan Perubahan di Negeri Ini?

Mengapa Lambat Gerakan Perubahan di Negeri Ini?

Ilustrasi/meta--

Jakarta, AktualNews- Lambatnya gerakan perubahan di negeri ini bukan karena tidak ada demo dimana-mana. Ada semua terjadi. Juga bukan karena tidak ada kritik lisan dan tulisan dimana-mana. Ada semua.

Namun, semua lambat merubah keadaan. Karena banyak faktor yang mempengaruhi, antara lain: Pertama, tidak komunikatif dengan elemen yang lain, baik yang sudah ada ataupun elemen baru yang juga ingin adanya perubahan. 

Kedua, masing-masing membawa ego eksistensi diri. Yang mahasiswa kadang hanya ingin menyuarakan dengan membawa bendera mereka sendiri. Dan bila pun bergabung,mereka terputus dengan aktivis mahasiswa dari kampus lain. Sehingga gelombang demonstrasi tidak pernah sebesar Mei 1998.

BACA JUGA:MENGURAI BENANG RUWET KORUPSI DI Indonesia Gelap

Ketiga, kurang kuatnya logistik para demontran. Hal ini wajar karena melakukan demonstrasi perlu dana yang memadai untuk membayar mobil komando, untuk membuat spanduk, beli ban bekas, membuat selebaran dan lain-lain. 

Keempat, kurang memperluas kemampuan untuk aksi di lapangan. Hal ini mungkin karena tidak mempelajari aksi di Muangthai yang pernah berhasil dalam berdemo berjilid-jilid.

Kelima, kurang membangun elemen penggerak di sekitar wilayah demonstrasi. Andai para mahasiswa mampu membangun komunikasi dengan masyarakat sekitar wilayah demon, niscaya partisipasi masyarakat pun akan tumbuh. Bila ini terjadi niscaya akan merembet ke seluruh wilayah satu Propinsi.

BACA JUGA:Korupsi Pertamax Oplosan Rp 193,7 Triliun Layak Masuk Pidana Subversif

Dari kelima kelemahan di atas, maka yang perlu dibangun adalah mekanisme komunikasi. Tanpa komunikasi yang baik, maka pesan yang disampaikan kurang dipahami oleh masyarakat luas.

Kita bisa lihat kasus gugatan ijasah palsu Jokowi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tidak ada masyarakat sekitar Bungur yang datang, apalagi masyarakat kecamatan Senen. Yang hadir hanya orang-orang dekat Eggi Sujana dan Ahmad Khozinudin saja. Kedua orang ini tidak mampu menarik simpati masyarakat sekitar pengadilan. Padahal yang diperjuangkan adalah demi keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, kan?***

Sumber: