Di Dugaan Langgaran Aturan, AMM Desak KLHK Dan KKPH Bongkar Pagar Besi di Nanggung

--
Jakarta, AktualNews – Polemik pemasangan pagar besi di kawasan hutan lindung Ciguha River, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, makin memanas.
Setelah viral di media sosial dan jadi sorotan berbagai platform media online, isu ini kini meledak di level nasional.
Rabu, 4 Juni 2025, Aliansi Masyarakat Menggugat (AMM) mendatangi langsung Kementerian Kehutanan Republik Indonesia untuk menggelar aksi unjuk rasa.
Mereka mempertanyakan legalitas sekaligus urgensi pemasangan pagar besi yang diklaim sebagai bentuk perlindungan hutan, namun justru dinilai membatasi akses masyarakat.
“Kami datang ke sini bukan tanpa dasar. Kami mempertanyakan, atas nama siapa hutan ini dipagari? Apakah rakyat harus jadi tamu di tanahnya sendiri?” tegas Rizal Fahlevi, Koordinator Aksi AMM.
BACA JUGA:Sodik: Rencana Aksi 7 Juli 3025 Besar-besaran Tuntut UU perampasan Asset Koruptor
Dalam audiensi yang dilakukan usai aksi, AMM menunjukkan dokumentasi fisik pagar besi yang dipasang di areal Kelompok Tani Hutan (KTH) Ciguha River.
Hasilnya mengejutkan. Pihak Kementerian menyatakan ada indikasi kuat pelanggaran aturan.
“Kami diminta membuat laporan resmi agar bisa ditindaklanjuti secara hukum,” ujar Kemas. Sebuah pernyataan yang langsung membalik narasi “legal dan sah” yang selama ini digaungkan KTH Ciguha River.
BACA JUGA:Rudy Susmanto Tegaskan Komitmen Pelayanan Publik Usai Lantik 13 Pejabat Baru Pemkab Bogor
Sebelumnya, Wakil Ketua KTH Ciguha River, Pepeng Sopandi (Jaro Pepeng), bersikeras bahwa pemasangan pagar dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri LHK No. SK.2819/MENLHK-PSKL/PKPS/PSL.0/3/2022. Pagar tersebut, katanya, adalah bentuk pelaksanaan kewajiban untuk menandai batas area kerja seluas 143 hektare.
Namun narasi itu mulai goyah. AMM menyebut, pagar tersebut tak sekadar batas, melainkan potensi penguasaan fisik kawasan lindung yang berdampak langsung terhadap akses ekonomi dan aktivitas masyarakat adat serta warga lokal.
Apalagi, video viral yang memantik polemik memperlihatkan narasi penolakan warga atas pembatasan akses.
Jaro Pepeng membantah keras tudingan itu. Menurutnya, hanya satu orang yang merasa keberatan, yakni pihak yang tempat usahanya terkena razia lubang galian liar.
Sumber: