Luka yang Tak Tunduk pada Waktu

Ilustrasi perempuan duduk sendiri di tepi laut, tenggelam dalam perenungan. (Sumber: Freepik.com)--
Jakarta, AktualNews - Ada luka yang tidak menyerah pada berlalunya hari, bahkan ketika hidup terus berjalan dan waktu terus berganti. Ia menetap diam di dasar dada, seperti rumah tua yang tak bisa lagi ditempati, tapi juga tak sanggup diruntuhkan. Begitulah rasanya saat seseorang tak lagi hadir, namun jejaknya tak kunjung padam.
Banyak yang percaya waktu akan menyembuhkan, seolah detik demi detik punya sihir untuk menghapus perih. Namun kenyataan tak selalu sebaik harapan. Justru, kenangan yang dibiarkan diam malah semakin tumbuh tajam dalam ingatan.
Sulit melupakan bukan karena tak berusaha, tapi karena tak ada ruang untuk luka itu benar-benar usai. Nama yang pernah menjadi doa, perlahan berubah menjadi duri dalam sunyi. Dan meski langkah kaki berpindah, ada bagian dari hati yang tetap tak berpaling.
Jejak yang Tidak Pudar
Setiap orang pernah memiliki satu nama yang terlalu dalam tertulis di hati. Nama yang meski tidak lagi disebut, tetap hidup di sela-sela waktu yang lengang. Ia hadir dalam bentuk paling sunyi: bayangan dalam mimpi, suara di tengah sepi, dan perasaan yang tak pernah benar-benar pergi.
BACA JUGA:Diam Sejenak, Dengarkan Diri Sendiri
Seorang psikolog dari Universitas Indonesia, Dr. Retha Arjadi, menyebut bahwa kehilangan emosional yang dalam dapat meninggalkan jejak memori yang sulit dihapus, terutama jika tidak disertai penerimaan yang tuntas. Artinya, melupakan tak hanya soal waktu, tapi proses kesadaran dan penerimaan diri. Sayangnya, banyak yang berjalan tanpa benar-benar melepaskan.
Kadang kita menyimpan rindu seperti rahasia, berharap waktu akan mengecilkannya. Tapi rindu, seperti api kecil dalam ruang gelap, justru menyala ketika tak dijaga. Dan dari sanalah luka bertahan, hidup dalam diam yang paling menyakitkan.
Ada yang berusaha dengan tawa, dengan kesibukan, bahkan dengan cinta baru. Tapi luka yang dulu terlalu dalam tak bisa diusir oleh hal-hal yang palsu. Karena perasaan yang belum selesai akan selalu mencari bentuknya kembali.
Begitulah luka bekerja: ia menunggu kesempatan paling lemah untuk muncul lagi. Dan ketika malam sunyi datang, kita tak bisa berbohong pada diri sendiri. Bahwa di balik senyum, ada duka yang tak pernah benar-benar reda.
Melupakan bukan berarti menghapus, melainkan belajar hidup berdampingan dengan kehilangan. Tapi tidak semua orang bisa mencapai tahap itu. Ada yang memilih berdamai, ada pula yang hanya mampu berpura-pura.
Luka yang Diam-diam Tinggal
Dalam hidup, ada yang pergi tapi tak pernah benar-benar lenyap. Mereka tinggal dalam kenangan, dalam benda-benda kecil yang dulu tak berarti, dalam jalan yang dulu dilewati bersama. Setiap sudut menjadi pengingat, setiap hari menjadi ujian untuk tidak mengingat.
Bahkan ketika tidak lagi mencintai, kenangan tetap bertahan. Karena yang sakit bukan hanya kehilangan cinta, tapi kehilangan bagian dari diri yang pernah percaya. Dan dari situlah, refleksi diri mulai tumbuh perlahan.
Sumber: